Pengalaman Mahasiswa Bersama Dosen
Setelah saya lulus dari SMA Negeri 2
Kundur, banyak sekali pengalaman pahit yang pernah singgah pada diri ini.
Pengalaman perjuangan yang sangat dramatis hingga terdampar didaratan dengan
lingkungan keguruan dan pendidikan di sebuah PTN yaitu Universitas Maritim Raja
Ali Haji (UMRAH). Sayangnya bukan pengalaman dramatis itu yang akan saya
ceritakan, tetapi hanya pengalaman yang berada di ruang lingkup UMRAH saja.
Sebenarnya sulit bagi saya untuk menceritakan
pengalaman bersama dosen, karena saya tidak terlalu dekat dengan semua dosen
yang ada. Apalagi saya di kampus kerjanya hanya datang, duduk, diam, dan tidak
aktif. Sungguh sangat sulit bagi saya untuk mendapatkan pengalaman bersama
dosen. Mungkin ada sedikit pengalaman – pengalaman tidak terlalu menarik yang
akan saya ceritakan.
Dimulai dari semester I, seorang dosen
yang pernah mengampu mata kuliah sejarah sastra. Kebetulan dia adalah Penasihat
Akademik saya. Saya mengagumi sifat ramah beliau ketika proses belajar mengajar
di kelas. Ia senantiasa ramah dan senyum ketika menghadapi mahasiswanya.
Keramahannya tidak hanya berlaku di lingkungan kampus, bahkan di luar kampus
beliau sangat ramah dengan senyuman manisnya. Beliau sering menyapa dan menegur
mahasiswanya dengan ujaran abang (laki-laki) dan kakak (perempuan). Menurut
saya, cara beliau menyapa itu sangat membuat nyaman dihati mahasiswa. Selain
itu, mahasiswa akan terasa lebih dekat dan akrab dengan keramahan beliau. Beliau
juga memiliki wawasan yang sangat luas ketika dalam proses belajar mengajar.
Kejadian yang tidak bisa saya lupakan dengan
beliau yaitu ketika saya terlambat masuk mengikuti perkuliahan beliau yang
dimulai pada pukul 8.00 WIB. Walaupun waktu sudah menunjukkan pukul 8.45 WIB,
itu tidak mengurugkan niat saya untuk tidak mengikuti perkuliahan. Dengan rasa
malu saya memasuki kelas dan meminta izin kepada beliau untuk dapat mengikuti
perkuliahan.
“Permisi Bu, maaf saya
terlambat?” ujar Saya.
“Iya Bang, terlambat karena apa?
tanya Beliau.
“Saya bangun kesiangan Bu. Apakah
saya boleh mengikuti perkuliahan?” ujar Saya.
“Iya boleh. Tapi sebelum duduk
abang sebutkan dan jelaskan makna dari sumpah pemuda kepada teman-teman.” jawab
Beliau.
Walaupun banyak kesalahan dalam
menyebutkan dan menjelaskan makna dari sumpah pemuda, tetapi beliau tetap tidak
marah. Bahkan dengan senang hati beliau membantu mengarahkan kearah yang benar
ketika saya salah. Dan akhirnya saya diperbolehkan mengikuti perkuliahan. Saya
tidak bisa membayangkan jika hal itu terjadi pada dosen lain, kemungkinan saya
tidak diperbolehkan mengikuti perkuliahan.
Berlanjut ke semester II, saya
dipermasalahkan terkait kehadiran mengikuti perkuliahan mata kuliah pendidikan
agama. Inilah akibatnya jika kebiasaan di kampus hanya datang, duduk, dan diam.
Peristiwa itu terjadi ketika pengambilan nilai praktik akhir sebagai pelengkap
nilai UAS yang berlangsung diruang dosen. Sebelumnya selama perkuliahan dikelas
saya tidak pernah komunikasi, pada kegiatan praktik itulah pertama kali saya
berkomunikasi secara langsung dengan beliau.
Dan kemudian tiba giliran saya
praktik.
“Selanjutnya! Sebutkan nama dan
nim?” tanya Beliau dalam keadaan
memegang pena dan mata terarah pada buku penilaian.
“Agus masdika, nim 140388201041.”
jawab Saya.
Perlahan beliau menegakkan kepala
dan menatap saya. “Loh, Ibu jarang
melihat kamu di kelas selama masa
perkuliahan. Selama ini kemana saja kamu?” tanya Beliau dengan mimik wajah
penuh tanda tanya.
”Saya hadir terus Bu! Buktinya
ada didaftar hadir, coba ibu periksa terlebih dahulu.” jawab Saya dengan
keadaan bingung.
“Iya sih tanda tangan kamu ada,
tapi baru hari ini ibu melihat kamu. Jangan-jangan kamu selama ini setelah absen langsung pulang
diam-diam atau jangan-jangan kamu sering nitip tanda tangan daftar hadir sama
teman ya?” ujar Beliau dengan penuh
keraguan.
“Astagfirullah, sumpah demi
Allah! Saya hadir mengikuti perkuliahan didalam kelas sampai selesai Bu! Kalau
ibu masih tidak percaya, saya ada saksi atas kehadiran saya selama
perkuliahan.” ujar Saya dengan intonasi sedikit melawan beliau.
“Iya sudah, panggil teman mu
sekarang.” ujar Beliau dengan intonasi merendah,
Saya bergegas langsung memanggil ketua
tingkat dan beberapa teman lainnya. Mereka mengatakan sesuai dengan kenyataan
bahwa saya hadir diperkuliahan beliau hingga selesai. Dengan cara itu, akhirnya
beliau percaya dan meminta maaf atas tuduhan yang tidak disengaja itu.
“Ibu minta maaf ya sudah menuduh
kamu sembarangan. Makanya ketika ibu mengajar setidaknya kamu harus bersuara
sedikit walaupun hanya sesekali.” ujar Beliau dengan intonasi bersahabat.
“Iya Bu, saya juga minta maaf Bu.
Ini salah saya juga Bu, saya tidak pernah bersuara selama perkuliahan. Dan saya
selalu duduk paling belakang.” ujar Saya dengan keadaan tentram..
Akhirnya masalah itu selesai dan
saya melanjutkan praktik penghafalan surat pendek Al-quran.
Seandainya waktu itu teman saya tidak
mau menjadi saksi terkait kehadiran saya, sudah pasti beliau memberi nilai E
kepada saya. Dosen pengampu mata kuliah pendidikan agama ini hanya mengenali
mahasiswanya yang aktif ketika proses belajar mengajar. Sedangkan yang tidak
aktif sulit untuk dikenali beliau. Mungkin dipengaruhi dengan kesibukannya mengajar
diberbagai fakultas, kesibukan menjadi
pembimbing KKN, dan kesibukan-kesibukan lainnya. Ditambah lagi cara pengisian
daftar hadir mahasiswa hanya dengan mengisi tandatangan buku daftar hadir yang
berjalan dari meja ke meja mahasiswa. Beliau sangat jarang sekali melakukan
sistem absen panggil. Setelah kejadian itu, beliau sering melakukan absen
panggil ketika perkuliahan hampir selesai.
Sebenarnya masih ada beberapa penggalan paragraf tentang pengalaman saya bersama dosen yang ingin saya tuliskan. Tapi cukup sekian pengalaman saya bersama dosen yang dapat saya sampaikan. Begitulah pengalaman saya yang sangat tidak menarik sekali dipenilaian pembaca. Saya mohon kepada pembaca untuk memeberi kritik dan saran, karena itu sangat berarti bagi pribadi saya dalam berkarya tulis dan lain-lain.
Post a Comment