Cerpen "Hargai Hidupmu, Teman" Karya Agus Masdika
Hargai Hidupmu, Teman
Alkisah, ada
seorang pemuda yang hidup sebatang kara. Pendidikan rendah, hidup dari bekerja
sebagai buruh tani milik tuan tanah yang kaya raya. Walaupun hidupnya sederhana
tetapi sesungguhnya dia bisa melewati kesehariannya dengan baik.
Pada suatu
ketika, si pemuda merasa jenuh dengan kehidupannya. Dia tidak mengerti, untuk
apa sebenarnya hidup di dunia ini. Setiap hari bekerja di ladang orang demi
sesuap nasi. Hanya sekadar melewati hari untuk menunggu kapan akan mati. Pemuda
itu merasa hampa, putus asa, dan tidak memiliki arti.
"Daripada
tidak tahu hidup untuk apa dan hanya menunggu mati, lebih baik aku mengakhiri
saja kehidupan ini," katanya dalam hati. Disiapkannya seutas tali dan dia
berniat menggantung diri di sebatang pohon.
Pohon yang
dituju, saat melihat gelagat seperti itu, tiba-tiba menyela lembut. "Anak
muda yang tampan dan baik hati, tolong jangan menggantung diri di dahanku yang
telah berumur ini. Sayang, bila dia patah. Padahal setiap pagi ada banyak
burung yang hinggap di situ, bernyanyi riang untuk menghibur siapapun yang
berada di sekitar sini."
Dengan
bersungut-sungut, si pemuda pergi melanjutkan memilih pohon yang lain, tidak
jauh dari situ. Saat bersiap-siap, kembali terdengar suara lirih si pohon,
"Hai anak muda. Kamu lihat di atas sini, ada sarang tawon yang sedang
dikerjakan oleh begitu banyak lebah dengan tekun dan rajin. Jika kamu mau bunuh
diri, silakan pindah ke tempat lain. Kasihanilah lebah dan manusia yang telah
bekerja keras tetapi tidak dapat menikmati hasilnya."
Sekali lagi,
tanpa menjawab sepatah kata pun, si pemuda berjalan mencari pohon yang lain.
Kata yang didengarpun tidak jauh berbeda, "Anak muda, karena rindangnya
daunku, banyak dimanfaatkan oleh manusia dan hewan untuk sekadar beristirahat atau
berteduh di bawah dedaunanku. Tolong jangan mati di sini."
Setelah pohon
yang ketiga kalinya, si pemuda termenung dan berpikir, "Bahkan sebatang
pohonpun begitu menghargai kehidupan ini. Mereka menyayangi dirinya sendiri
agar tidak patah, tidak terusik, dan tetap rindang untuk bisa melindungi alam
dan bermanfaat bagi makhluk lain".
Segera timbul
kesadaran baru. "Aku manusia; masih muda, kuat, dan sehat. Tidak pantas
aku melenyapkan kehidupanku sendiri. Mulai sekarang, aku harus punya cita-cita
dan akan bekerja dengan baik untuk bisa pula bermanfaat bagi makhluk
lain".
Si pemuda pun
pulang ke rumahnya dengan penuh semangat dan perasaan lega.
Post a Comment